Senin, 09 Februari 2009

Free Trade Zone (Batam Bintan Karimun)

Sekilas Free Trade Zone
FTZ atau Free Trade Zone yang beberapa bulan terakhir kembali dibicarakan di kalangan pelaku investasi dan bisnis, masyarakat serta pemerintah khususnya di Provinsi Kepulauan Riau yang beberapa daerah kabupaten dan kotanya telah resmi mendapatkan fasilitas yang termasuk di dalam regulasi FTZ. “DPR akan mengeluarkan keputusan untuk menerima atau menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1/ 2007 tentang kawasan perdagangan bebas FTZ atau Frree Trade Zone di Batam, Bintan, dan Karimun (BBK).” Kalimat tersebut di salin dari sebuah situs di internet pada tanggal 2 Oktober 2007, sepekan kemudian produk hukum tersebut disetujui dan upaya semua pihak yang mendukung terbentuknya kawasan tersebut di wilayah Batam, Bintan dan Karimun akhirnya membuahkan hasil.

Sejak saat itu sampai akhir tahun 2008 pembicaraan tentang FTZ di tengah-tengah masyarakat seakan-akan menghilang, namun tidak demikian halnya karena di kalangan pemerintahan, baik pusat maupun daerah sibuk mempersiapkan produk hukum yang mendukung kebijakan ini serta sistem dan manajemen yang akan mengatur jalannya FTZ tersebut. Di tingkat provinsi dibentuk Dewan Kawasan sampai Badan Pengusahaan Kawasan yang berada di masing-masing daerah FTZ. Tanpa terasa 1 tahun persiapan tersebut dilakukan dan pada akhirnya Presiden Republik Indonesia meresmikan dimulainya FTZ di Batam, Bintan dan Karimun pada tanggal 19 Januari 2009 dengan menerbitkan PP. No 2/2009 tentang Juklak Kepabeanan sekaligus mencabut PP. No 63/2008 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM). Momentum ini juga dimanfaatkan untuk meresmikan sejumlah proyek investasi.

Pada semester kedua tahun 2006, kepala negara Republik Indonesia dan Singapura telah bertemu di Nongsa Batam dan menyepakati sejumlah kerjasama investasi termasuk kerangka kerjasama ekonomi oleh menteri kedua negara. Tepat pada tanggal 19 Januari 2009 tempat ini juga dijadikan bertemunya sejumlah investor asing dan lokal yang berkesempatan berdialog dengan Presiden Republik Indonesia dan beberapa menteri terkait. Sebuah perjalanan yang jika ditelaah tidak terlalu lambat bahkan relatif cepat, meskipun sempat terjadi perbedaan pendapat di tingkat legislatif yang secara tidak langsung melahirkan sikap pesimis masyarakat. Sebuah waktu yang singkat jika dibandingkan dengan beberapa negara yang sebelumnya telah lebih dulu menerapkan FTZ. Sebut saja Cina dengan banyak daerah yang memiliki fasilitas semacam ini. Negara Cina menempuh perjalan panjang untuk menerapkannya. Suatu prestasi luar biasa dari pemerintah Republik Indonesia (presiden sampai kepala daerah) dan masyarakat yang dalam kurun waktu 3 tahun dapat mewujudkan FTZ di Batam, Bintan dan Karimun yang selanjutnya menjadi model FTZ bagi daerah lain di Indonesia.
Lalu apa sebenarnya FTZ? Sebuah istilah asing yang kemudian diartikan sebagai Zona Perdagangan Bebas. Secara harfiah adalah kawasan perdagangan bersifat bebas, namun bukan bebas berdagang (logika bahasa), maka disana terdapat jenis perdagangan dengan berbagai macam regulasi yang mengaturnya. FTZ adalah sebuah kebijakan yang berbentuk fasilitas atau membebaskan beberapa jenis obyek perdagangan dari beberapa aturan kepabeanan termasuk pajak dan retribusi. Artinya kebebasan tersebut berkaitan dengan fasilitas. FTZ sendiri sebenarnya istilah yang masih terlalu luas, karena di dalamya meliputi berbagai bentuk sistem perdagangan bebas. SEZ atau Special Economic Zone di Indonesia dikenal dengan KEK atau Kawasan Ekonomi Khusus yang secara umum adalah Kawasan yang mendapatkan fasilitas khusus dalam meningkatkan pertumbuhan ekonominya, artinya tidak ada perbedaan pengertian dengan FTZ itu sendiri, meskipun pada tingkatannya FTZ bagian turunan dari SEZ atau KEK.

Penulis pernah melakukan penelitian sederhana ke beberapa daerah di dataran Cina yang menerapkan sistem perdagangan ini. Ternyata Cina adalah negara yang memilki ratusan daerah berfasilitas FTZ dengan membaginya berdasarkan potensi dan penataan daerah yang tepat dan sesuai bagi investasi. Macau sebuah kawasan wisata terpadu (hotel, restoran dan perjudian) yang mendapatkan fasilitas STZ atau Special Trade Zone (Zona Perdagangan Khusus) istilah ini juga dipakai untk Special Tourism Zone. Konsep ini nyaris diterapkan di sebuah kawasan wisata di daerah Bintan, hanya saja terbentur dengan beberapa pihak yang tidak setuju adanya lokasi perjudian, padahal konsep ini tidak harus dihubungkan dengan perjudian karena tanpa perjudian konsep ini tetap akan bisa berjalan. Lagi-lagi masalah persepsi dan kurangnya sosialisasi yang menjadi penghambat penerapan konsep STZ atau lebih spesifik adalah kawasan wisata terpadu atau kawasan wisata terpadu eksklusif (KWTE). Daerah berpotensi adalah Lagoi, pulau Mapur, pulau Buluh, Trikora di wilayah Bintan, di wilayah Batam seperti Nongsa, pulau Nipah, Waterfront City serta di wilayah Karimun seperti daerah Pelawan, pulau Buru, Tanjung Balai, pulau Sugibawah dan beberapa daerah dan pulau di Tanjung Pinang seperti pulau Senggarang, pulau Penyengat dan kota tua Tanjung Pinang.

SIZ atau Special Industrial Zone (Zona Industri Khusus) kawasan industri yang paling banyak terdapat di daerah Cina (kabupaten) dari industri besar hingga industri rumah tangga. Maka tidak heran jika Cina termasuk negara industri dan pengekspor terbesar di dunia. Di Singapura dan Malaysia terdapat wilayah yang telah menerapkan SIZ. Konsep ini dapat diterapkan di daerah Lobam Bintan, kawasan industri di Batam, serta beberapa pulau yang memungkinkan dijadikan sebagai daerah industri. Sebagai catatan industri logistik dan perkapalan termasuk penopang terbesar petumbuhan ekonomi di Kepulauan Riau. Industri ini sudah dibangun di daerah Batam dan masih berpotensi besar untuk diperluas.
SMZ atau Special Mining Zone (Zona Penambangan Khusus) adalah kawasan yang diberikan fasilitas khusus untuk mendukung kegiatan penambangan. Sebuah konsep baru yang dapat diterapkan di wilayah Bintan dan Karimun yang memiliki potensi besar dalam bidang penambangan. Apabila fasilitas ini dapat diterapkan maka akan berdampak positif bagi investor lokal yang mampu memilki kuasa pertambangan dan mengelolanya, karena salah satu tantangan dan hambatan bagi penambang lokal adalah tingginya harga alat-alat berat untuk penambangan yang juga dipengaruhi oleh adanya pengenaan pajak, sehingga hanya negara-negara maju yang dapat berinvestasi di pertambangan, padahal lokasi bahan tambangnya ada di wilayah Indonesia.

Melalui perbandingan empirik dari negara Cina, kita dapat belajar melaksanakan FTZ. Pemerintah Cina memberikan fasilitas-fasilitas tersebut kepada daerah provinsi dan kabupaten di negaranya untuk mendukung industri dan perdagangan, sehingga negara Cina mampu menghasilkan jutaan jenis barang komoditi yang dapat diekspor ke hampir seluruh negara di dunia bahkan beberapa negara maju telah mempercayakan Cina untuk memproduksi barang-barang atas hak cipta dan paten negara tersebut, baik sebatas komponen maupun secara keseluruhan. Tak pelak negeri Cina penghasil jepit rambut sampai kendaraan bermotor dan mesin-mesin industri canggih. Dengan demikian tujuan diberlakukan konsep FTZ di Cina telah tercapai, hasil dari kebijakan tersebut dapat dirasakan oleh semua rakyat Cina. Jika masih ada beberapa wilayah yang miskin dan memilki taraf hidup rendah, hal itu bukan indikator kegagalan FTZ melainkan ada faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi masyarakatnya.

Ada hal yang sangat penting yang perlu diperhatikan oleh pemerintah dan masyarakat Bintan, Batam dan Karimun bahwa di China para warga negaranya justru menjadi investor di negara sendiri, mereka memanfaatkan berbagai kebijakan pemerintah yang menguntungkan investor. Meskipun dalam jumlah besar ada yang hanya sebagai pedagang kecil, tetapi ini menunjukan bahwa FTZ memerlukan kesiapan mental masyarakat yang tinggal di wilayah atau zona tersebut. Mampukah kita memanfaatkan hal ini secara optimal, karena tujuan pemberian fasilitas ini adalah memberikan peluang melakukan kegiatan perdagangan dengan mudah dan relatif murah (karena pemangkasan bea dan pajak) bukan hanya kepada investor asing tapi harus diprioritaskan bagi investor lokal.

Free Trade Zone Batam, Bintan, Karimun
Kembali pada pemberlakuan FTZ di Batam, Bintan dan Karimun maka yang perlu dipahami adalah bahwa FTZ adalah konsep besar yang masih perlu dijabarkan dan ditopang oleh berbagai produk hukum yang berfungsi mengatur dan memberikan framework yang jelas dan tepat, maka akan lebih baik jika saat ini kita memakai istilah Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas sesuai kaidah bahasa, nama produk hukum yang mendasarinya serta ruang lingkup kebijakannya. Dengan demikian tujuan kebijakan ini lebih mudah dipahami. Lambat laun istilah-istilah yang Saya sampaikan di atas akan dipakai manakala masing-masing pemerintah daerah otonom yang memiliki fasilitas Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas mulai menerapkan dan membagi wilayah-wilayahnya untuk mendapatkan fasilitas khusus sesuai dengan potensi daerahnya.

STZ, SIZ, SMZ dan sebagainya adalah cara mengkategorikan wilayah-wilayah yang mendapatkan fasilitas khusus yang dimaksudkan untuk memudahkan penetapan aturan dan produk hukum dan memberikan pilihan yang beragam bagi investor untuk berinvestasi sesuai dengan potensi wilayah investasi dan core business. Jika pemerintah pusat telah memberikan fasilitas ini lengkap dengan produk hukumnya, maka sebenarnya pemerintah daerah dapat mengembangkan kebijakan sesuai dengan keinginan untuk membangun daerah tersebut. Adapun regulasi yang bersifat mendasar dan perlu persetujuan pemerintah pusat atau konsultasi lembaga legislatif, maka hal tersebut bukan menjadi alasan untuk tidak mengembangkan fasilitas Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas untuk memajukan daerah dan masyarakat. Terselenggaranya kebijakan ini secara konsisten akan mempengaruhi aspek kehidupan masyarakat, maka daya saing serta produktivitas akan mengalami peningkatan. Kunci keberhasilannya terletak pada potensi sumber daya manusia yang dioptimalkan, sumber daya alam yang dikelola dengan bijak serta dukungan pelbagai peraturan yang dapat menguntungkan semua pihak dan melindungi negara dan bangsa.

Struktur Dewan Kawasan (DK) dan Badan Pengusahaan Kawasan (BPK) sudah tepat sebagai lembaga yang mengatur dan menjalankan sistem, namun lembaga ini perlu dioptimalkan dengan cara meningkatkan profesionalisme, seperti memberikan aturan dan arahan yang tepat, pengawasan yang ketat, memiliki sejumlah pakar dan konsultan. Mampu berkoordinasi dengan semua dinas dan lembaga di daerahnya, karena dalam area ini beberapa hal tidak akan terlepas dari dinas-dinas yang berkompeten. Penguasaan bahasa asing dan teknologi, proaktif, informatif, serta memastikan bahwa semua investor dapat memiliki rasa aman dalam berinvestasi. Bagi Badan Pengusahaan Kawasan, fungsi promosi dan pemasaran harus dijalankan dengan baik, maka sistem informasi yang akurat dan cepat menjadi senjata yang tepat untuk kemudahan investor mendapatkan informasi.

Pengalaman yang dimiliki Badan Pengusahaan Kawasan di Batam sudah lebih banyak karena pernah menangani era ini pada saat masih bernama Badan Otorita Batam, maka pengalaman tersebut dapat dibagi dengan Bintan, Karimun serta Tanjung Pinang. Para profesional di bidang perdagangan yang dimiliki Badan Pengusahaan Kawasan Batam harus lebih sering berbagi dan kawasan lainpun perlu terbuka dan memiliki hasrat yang tinggi untuk terus belajar, memahami dan menjalankan secara profesional.

Kesiapan pemerintah dalam menyediakan infrastruktur juga tidak kalah pentingnya dalam membangun kawasan ini, mulai dari kantor pelayanan terpadu satu atap (one stop service), akses jalan, listrik, penerangan, air bersih, pelabuhan udara dan pelabuhan laut, jaringan komunikasi dan telekomunikasi (media cetak, elektronik, telepon dan internet), serta jaminan keamanan bagi para investor serta pemetaan tata ruang wilayah yang tepat. Semua harus segera dipersiapkan untuk mempermudah jalannya program Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Bintan, Karimun. Seluruh masyarakat (terutama lokal) yang memiliki keahlian dan profesi perlu melakukan persiapan untuk turut serta dalam era ini, seperti konsultan pajak, konsultan keuangan, biro psikologi dan sumber daya manusia (hubungan industrial), biro perjalanan dan wisata, biro penerjemah, pedagang kecil dan besar, transportasi dan penyewaan alat berat, kontraktor dan lain-lain. Sebuah kesempatan untuk membangun masyarakat yang sejahtera, cerdas dan berakhlak mulia, seperti tujuan Provinsi Kepulauan Riau.
Euforia FTZ
Penulis pernah bekerjasama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Kepulauan Riau dalam menyelenggarakan Workshop Free Trade Zone dengan judul “Sosialisasi dan Implementasi berbagai peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan Free Trade Zone dan kebijakan diberbagai sektor” pada bulan November tahun 2007. Workshop tersebut diselenggarakan pada saat yang tepat, yakni ketika Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD-RI) menyetujui beberapa produk hukum yang manjadi dasar pemberlakuan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas di Batam, Bintan, Karimun. Kegiatan semacam ini masih perlu diselenggarakan bagi anggota DPRD tingkat II Batam, Bintan, Karimun serta Tanjung Pinang, mengingat akan banyak regulasi yang diterbitkan oleh pemerintah daerah untuk mengatur penyelenggaraan dan pengusahaan kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.

Penyelenggaraan workshop, seminar, termasuk sosialisasi kepada masyarakat sangat penting, karena jika kita perhatikan saat ini seakan-akan istilah FTZ yang dibicarakan hanya sekedar kemudahan masuknya kendaraan bermotor, elektronik dan beberapa jenis barang dari luar negeri tanpa bea masuk dan pajak, sehingga persepsi yang muncul secara umum adalah membeli mobil dan elektronik asal luar negeri dengan harga murah. Pola pikir dan sikap masyarakat dapat mengalami perubahan dengan cepat dari yang produktif menjadi konsumtif atau bahkan yang belum sempat produktif menjadi konsumtif. Pada dasarnya adalah menjadi hak masyarakat untuk menikmati fasilitas yang diberikan pemerintah dalam era ini, namun alangkah lebih baik jika prinsip-prinsip yang diterapkan oleh negara Cina dapat dicontoh, menjadi investor di negeri sendiri.

FTZ bukan mobil murah, FTZ bukan elektronik murah, karena hal ini hanya bagian kecil fasilitas yang bukan prioritas utama bahkan bukan hal yang mendesak. FTZ adalah kesempatan emas bagi seluruh masyarakat lokal dan bangsa Indonesia dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Oleh sebab itu nama Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang digunakan bertujuan agar lebih memperjelas maksud dan tujuan diberikan fasilitas ini kepada sebuah daerah. Sehingga pola konsumtif yang sudah merebak di hampir seluruh masyarakat Indonesia dapat disadari, lambat laun dikurangi dan berubah menjadi produktif (perubahan mindset). Maka euforia FTZ yang saat ini dirasakan harus diimbangi dengan sebuah perubahan mindset yang lebih mengarahkan kepada hal-hal yang produktif tadi, misalnya dengan memanfaatkan hal-hal yang kecil (mulai dari pedagang makanan, kedai, restoran dan sebagainya) segera melirik daerah-daerah potensial yang akan dijadikan daerah industri dan bisnis. Di daerah tersebut pasti akan tumbuh komunitas masyarakat baru yang memiliki aktivitas. Pemilik lahan-lahan kosong mulai memanfaatkan peluang bisnis dengan mempelajari adakah kebutuhan tempat tinggal bagi para pekerja yang akan berada disana, bahkan bukan tidak mungkin apabila dimulainya pertanian beberapa jenis tanaman tertentu yang dapat disesuaikan dengan kondisi tanah dan kebutuhan.

Masyarakat yang berada di daerah yang berpotensi mendatangkan wisata perlu proaktif mempromosikan daerahnya melalui berbagai kemudahan seperti memanfaatkan teknologi internet, media cetak dan elektronik lainnya. Para pebisnis di bidang transportasi dapat mengembangkan sayap untuk menyediakan armada antar jemput atau jasa penyewaan. Para profesional seperti pengacara, notaris, sumber daya manusia, psikolog, dokter, perawat dan sebagainya sudah pasti dapat mengembangkan profesianya dengan masuk dalam zona bisnis dan tetap mengedapankan etka profesi. Sebagai contoh di Cina, beberapa dokter lokal telah membuka klinik dan rumah sakit berstandar sebagai rujukan bagi perusahaan penanaman modal asing (PMA), hal ini bukan tidak mungkin juga bagi pengacara untuk membuka kantor konsultan hukum, biro konsultan sumber daya manusia dan sebagainya, sehingga penciptaan lapangan kerja dapat ditingkatkan. Pemerintah dan masyarakat juga harus mahir dalam bernegosiasi memanfaatkan peluang. Pada intinya PMA tidak perlu membawa dokter, konsultan hukum, konsultan SDM, ahli masak dan sebagainya dari negaranya, karena masyarakat kita dapat mengambil peran di bidang-bidang tersebut.

Dewan Kawasan dan Badan Pengusahaan Kawasan dapat membuat dan menerapkan aturan-aturan yang sama-sama menguntungkan investor, pemerintah dan masyarakat. Jadi tidak semua harus menguntungkan investor, karena secara umum fasilitas Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas sebenarnya telah banyak menguntungkan investor apalagi PMA. Saat ini bagaimana caranya agar masyarakat dapat menikmati era ini untuk meningkatkan kesejahteraan. Tidak ada alasan untuk tidak memberikan ijin kepada masyarakat sejauh masyarakat mampu mengikuti standar yang diminta investor, baik lokal maupun PMA, dengan demikian secara tidak langsung masyarakat profesi akan tertantang untuk tumbuh dan berkembang sejalan dengan kemajuan daerahnya. Daerah maju adalah daerah yang masyarakatnya maju dan sejahtera. Di indonesia banyak daerah kaya tapi belum tentu sebagai daerah maju, daerah kaya yang potensi sumber daya alamnya dikelola belum tentu menjadi daerah maju sepanjang masyarakatnya hanya jadi penonton dan bukan bagian dari pelaku bisnis atau investor.

FTZ dan Alih Teknologi
Seringkali Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dikaitkan juga dengan investasi, hal demikian menjadi tujuan utama dari pemberian fasilitas tersebut. Saat ini yang perlu dipahami adalah bagaimana sebuah investasi dapat memberikan keuntungan yang tidak saja berjangka pendek namun dapat memberikan keuntungan berjangka panjang. Keuntungan jangka panjang tidak sepenuhnya berupa uang atau materi, namun lebih menitikberatkan pada hal-hal yang bersifat modal keahlian atau kemampuan (skill).

Sekali lagi Penulis tidak menampikkan bahwa Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas telah memberikan angin segar akan murahnya barang-barang impor terutama kendaraan bermotor dan elektronik, namun hal itu bukan tujuan utama dari pemberian fasilitas ini, oleh karena itu pemerintah dan masyarakat perlu mengoptimalkan kesempatan ini agar dapat meningkatkan kesejahteraan. Dengan menitikberatkan pada keuntungan atau manfaat jangka panjang, maka paradigma menjadi investor dan pelaku bisnis di negeri sendiri dapat diwujudkan.

Melalui investasi akan terserap tenaga kerja, hal ini juga menjadi peluang yang baik bagi masyarakat yang memutuskan untuk menjadi pekerja, namun perlu diingatkan bahwa bekerja bukan sekedar melakukan rutinitas namun bagaimana bekerja sebagai upaya untuk mencipta dan melayani. Sehingga setiap pekerja dapat merasakan kemajuan dan kesejahteraan. Di Singapura negara tetangga terdekat dengan wilayah Batam, Bintan, Karimun memilki turnover (arus keluar masuk tenaga kerja) yang tinggi, salah satu penyebabnya karena kebutuhan perusahaan akan para pekerja ahli terus meningkat, sehingga pekerja yang terus mengembangkan dirinya akan mendapatkan tawaran upah dan fasilitas yang semakin tinggi, oleh sebab itu terjadi turnover. Diharapkan para pekerja di daerah-daerah industri pada kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas ini nantinya juga akan sama dengan Singapura dan Cina sebagai negara perbandingan. Maka para negara PMA tidak perlu mengirimkan tenaga kerjanya dalam jumlah yang besar, pemerintah dan masyarakat harus mampu menyiapkan sumber daya ini untuk mengurangi pemakaian tenaga asing yang ahli.

Singkatnya yang perlu beralih adalah teknologinya, bukan tenaga ahlinya, artinya tenaga ahli dapat diciptakan seperti teknologi, jadi setiap investasi asing yang berdiri di kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas harus dapat memberikan kesempatan alih teknologi kepada tenaga lokal. Hal ini sudah terjadi di Cina, sebagai bukti beberapa produsen elektronik, telekomunikasi, barang-barang industri dari plastik, karet, alumunium asal Amerika dan Eropa telah mempercayakan sepenuhnya kepada negara Cina untuk memproduksi barang-barang tersebut, setelah diproduksi barang-barang tersebut dikirim ke negara pemesan dan di ekspor ke berbagai negara termasuk Indonesia. Tak heran sebuah barang elektronik merek asal Jepang atau Amerika bertuliskan ’made in China’

Dengan demikian akan berpengaruh juga pada standar upah pekerja, meskipun dianggap murah oleh pelaku PMA karena konversi nilai mata uang Rupiah terhadap mata uang asing, namun tidak berarti murah bagi masyarakat, artinya tenaga kerja lokal dapat memperoleh upah yang tinggi menurut standar yang berlaku di masyarakat kita. Apalagi jika pekerja lokal mampu bersaing dan memilki keahlian yang sama dengan tenaga asing akibat alih teknologi, maka bukan tidak mungkn seluruh atau banyak pabrik di kawasan industri seperti Batam atau Lobam dipercaya memproduksi barang asal negara maju mulai dari komponen sampai pengepakan. Jika seluruh komponen pemerintah dan masyarakat sepakat bahwa tujuan diberikannya fasilitas Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas seperti di atas, maka Batam, Bintan, Karimun akan cepat berkembang dan menjadi model bagi daerah lain, bahkan berskala internasional.
FTZ dan Pendidikan dan Sosialisasi
Bagaimana kesiapan sumber daya masyarakat dengan diberlakukannya fasilitas Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas ini? Bagaimana sebuah teknologi dapat beralih dari negara pencipta ke negara pembuat? Alih teknologi bukanlah hal yang sulit, bukan pula hal yang tidak mungkin terjadi, semua dapat terwujud manakala keinginan muncul dan ada gerakan awal yang bernama take action. Gerakan awal ini telah dilakukan oleh pemerintah pusat (presiden dan menteri) membawa konsep FTZ ke hadapan lembaga legislatif, di daerah pemerintah provinsi, kabupaten dan kota terus memperjuangkan sampai membentuk Dewan Kawasan dan Badan Pengusahaan Kawasan, media cetak dan elektronik tak henti-hentinya melaporkan perkembangan FTZ, sekarang saatnya masyarakat dengan semangat membangun melakukan gerakan awal.

Gerakan awal dapat dimulai dari hal yang paling dekat dengan diri kita, yakni profesi, hobby, pekerjaan dan sebagainya. Guna mengembangkan hal-hal tersebut di atas maka ada cara atau media yang efektif yakni pendidikan, baik formal maupun informal. Pendidikan sangat penting dan termasuk dalam prioritas dalam membangun bangsa. Apabila keinginan alih teknologi muncul, menjadi negara produsen dan negara pengekspor, maka pendidikan adalah jalannya. Di dalam pendidikan ada proses belajar, ada proses analisis, ada proses mencipta dan sebagainya.

Sudah saatnya wilayah yang memilki fasilitas Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menyiapkan sarana pendidikan bagi masyarakatnya. Lebih lagi dengan spesifikasi khusus yang dapat mendukung di bidang investasi industri barang, teknologi, pariwisata dan sebagainya. Perguruan tinggi yang sudah berskala nasional dan internasional dapat membuka jurusan atau fakultas baru yang lebih berfokus pada kegiatan yang berkenaan dengan aktivitas Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, dengan demikian dalam kurun waktu lima tahun akan tersedia tenaga ahli profesional di bidangnya. Hal ini memberikan peluang yang besar untuk anak bangsa menjadi ahli dan mampu bersaing dengan tenaga ahli asing. Bukan tidak mungkin dalam kurun waktu sepuluh tahun alih teknologi dapat terjadi.

Selain bidang pendidikan, Dewan Kawasan dan Badan Pengusahaan Kawasan perlu menyelenggarakan program studi banding ke beberapa negara yang telah berhasil menerapkan FTZ dengan segala model dan sistemnya. Melakukan penelitian-penelitian, survey secara berkala menganai kemajuan pelaksanaan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, menyelenggarakan seminar, workshop, pelatihan dan sebagainya sebagai upaya sosialisasi dan membuka wawasan bagi masyarakat dan pemerintah.

Pembuatan berbagai media informasi guna mempromosikan kawasan yang memilki fasilitas Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas antara lain dengan membangun website, promotion dvd, brochure, leaflet, poster dan beberapa bentuk promosi melalui kunjungan ke daerah-darah dan negara-negara investor, mengikuti pameran investasi berskala nasional dan internasional, serta menjadi tuan rumah berbagai penyelenggaraan penting dan strategis seperti pemilihan Duta Wisata Indonesia, Kongres Kamar Dagang dan Industri, memprakarsai pertemuan negara-negara penyelenggara FTZ. penyelenggaraan pertandingan olah raga nasional dan internasional, penyelenggaraan program kunjungan wisata Batam, Bintan, Karimun sampai Kepulauan Riau, Jika perlu mempromosikan investasi Batam, Bintan dan Karimun dengan memilih duta investasi yang profesional dan beragam kegiatan lainnya. (bag 1. 1-2009 lendyfreetradezone@yahoo.com)